Rabu, 23 November 2011

proses hijrah nabi muhammad

Sebab-sebab Hijrah Nabi Mihammad SAW
 
Perlawanan kaum quraisy yang semakin meningkat dan penyiksaan yang semakin kejam terhadap pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW mendorong beliau untuk memerintahkan kaum muslimin berangkat ke negeri Habsyi. Pilihan Nabi Muhammad SAW jatuh kepada negeri Habsyi didasarkan atas pengetahuannya sendiri bahwa al-Najasyi (Negus) yang berkuasa di negeri tersebut adalah orang yang adil lagi bijaksana dan orang Quraisy tidak punya pengaruh yang besar di negeri tersebut.
Hijrah yang pertama dalam sejarah Islam ditandai dengan berangkatnya sepuluh orang laki-laki dan empat orang perempuan ke negeri Habsyi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 615 M dan mengandung pengertian perpindahan dari dar al harbi ke dar al amni. Pemberangkatan pertama yang berhasil itu menyebabkan pengikut-pengikut Nabi Muhammad yang lain menyusul sehingga jumlahnya mencapai 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Mungkin karena peningkatan jumlah yang berhijrah ini, sehingga sebagian sejarawan muslim berpendapat bahwa hijrah ke Habsyi dilakukan sebanyak dua kali. 
Nafsu kaum Quraisy Mekah untuk mematahkan semangat perjuangan nabi Muhammad SAW sangat besar, sehingga mereka mengutus Amr b. Ash dan Amr b. al-Walid untuk memohon kepada al-Najasyi agar pelarian dari Mekah itu dikembalikan dengan alasan bahwa mereka adalah pengacau agama dan perusak kekeluargaan serta kehormatan Quraisy. Oleh karena semua tuduhan yang dikemukakan oleh orang-orang Quraisy tidak terbukti maka permohonan mereka ditolak dan orang-orang Islam tetap diizinkan untuk tinggal di Habsyi dengan jaminan keamanan. Akhirnya mereka kembali dari Habsyi dengan rasa kecewa. Penolakan tersebut menyebabkan kaum Quraisy memboikot Bani Hasyim dan Bani Abdul al-Muthalib selama tiga tahun di lembah Bani Tsaqif.      
Bertahun-tahun Nabi Muhammad SAW menyerukan Islam di Mekah, tetapi hasil yang dicapai sangat minim dan tidak seimbang dengan tenaga serta pengorbanan yang telah diberikan. Pikiran-pikiran Nabi yang dinamis terasa buntu berhadapan dengan masyarakat yang tradisionil, kaku, dan statis. Partner tercinta Nabi Muhammad SAW yakni isterinya Khadijah dan pelindungnya yang disegani kaum Quraisy yaitu pamannya Abu Thalib telah berpulang ke rahmatullah dalam waktu yang hamper bersamaan. Kehilangan kedua orang tersebut merupakan problem baru Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan da’wah islamiyah di Mekah. Nabi Muhammad mencoba berkunjung ke Thaif. Penguasa di negeri itu adalah keturunan Tsaqif yang masih kerabat dekatnya. Keturunan Tsaqif yang berkuasa bergelar Kinanah, bergelar Abu Jalil, Mas’ud yang bergelar Abul Kulal dan Habib. Ketiganya adalah anak dari Amr b. Umair b. Auf al-Tsaqafi. Nabi Muhammad SAW memasuki Thaif disertai oleh Zaid b. Harist. Nabi Muhammad memasuki perkampungan orang-orang Thaif dan memperkenalkan islam kepada mereka. Nabi Muhammad mengajak orang-orang Thaif seperti beliau mengajak orang-orang di Mekah. Ajakan Nabi Muhammad membuat orang-orang Thaif marah dan mengusir mereka serta melemparinya dengan batu. Harapan Nabi Muhammad terhadap Thaif tidak terpenuhi. Namun perlakuan mereka yang kejam terhadap dirinya dimaafkannya. Nabi Muhammad mendoakan mereka supaya mereka diampuni oleh Allah dan dapat memberikan hidayah kepada kaumnya itu. Nabi Muhammad yakin penduduk Thaif belum memahami hakekat ajaran-ajaran yang dibawanya. Nabi Muhammad kembali ke mekah dalam keadaan sedih. Di Mekah Nabi Muhammad selalu berfikir daerah mana yang cocok untuk menyiarkan Islam selain Mekah.
Suatu peristiwa amat penting juga telah terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW semasih berada di Mekah. Peristiwa tersebut dikenal dalam ejarah islam dengan Isra’ Mi’raj. Peristiwa itu terjadi setahun sebelum hijrah tepatnya 27 Rajab 621 M. Pada peristiwa ini Allah SWT memperlihatkan tanda-tanda keagungan dan kekuasaan-Nya sebagai hiburan untuk Nabi Muhammad yang sedang dirundung keseduhan. Peristiwa ini memberikan pelajaran yang sanagt berharga kepada Nabi Muhammad. Selain itu, dia juga menerima perintah untuk melaksanakan holat 5 waktu dalam sehari semalam.
Rupanya, peristiwa ini menjadi koreksi bagi umat islam yang beriman. Siapa yang beriman dengan mantap dan siapa saja yang rapuh imannya. Terbukti setelah Nabi Muhammad menyampaikan peristiwa Isra’ Mi’raj ada diantara para pengikutnya yang murtad. Sementara ada pula yang semakin mantap dank arena kecintaannya kepada Nabi Muhammad mereka berani melakukan Hijrah ke daerah yang dianggap lebih aman.
Persiapan untuk mengembangkan Islam di Yastrib memasuki tahap permulaan. Dalam keadaan sedih karena perlakuan orang-orang Quraisy serta kehilangan orang-orang yang dicintainya Nabi Muhammad sempat mendapatkan usaha udara baru dari Yatrib. Pada tahun 620 M Nabi Muhammad sempat bertemu 6 orang Yastrib dari kabilah Khazraj yang berziarah ke Mekah. Dalam pertemuannya tersebut Nabi menyeru kepada mereka untuk ke agama Allah dan mereka menyambut dengan baik serta menyatakan masuk Islam pada saat itu juga. Orang-orang Yatrib yang telah menyatakan keislamannya di Mekah memberitahukan apa yang disaksikannya kepada masyarakat Yastrib. Kedatangan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah untuk mengajak manusia menyembah Allah dan menghentikan perselisihan diantara sesame manusia. Hal ini bertepatan sekali dengan permasalahan yang dihadapai masyrakat Yastrib yaitu perselisihan antara Bani Aus dan Bani Khazraj. Karena itu, mereka menyambut Islam dengan suka cita dengan harapan suku yang sudah 15 tahun berseteru tersebut dapat berdamai.
Pada tahun 621 M orang-orang muslim Yastrib mendatangi Nabi Muhammad beserta 6 orang temannya yang lain sebagai utusan dari kabilah Khazraj dan Aus. Keenam orang tersebut menyatakan keislamannya di tempat yang bernama Aqabah. Peristiwa pengislaman orang-orang Yastrib ini juga diikuti perjanjian kesetiaan mereka kepada agama Allah. Perjanjian itu dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Diantara orang yang menyatakan keislamannya terdapat seorang wanita yang bernama Afrah binti Abid bin Tsa’labah.
Ubadah bin Samit, salah seorang peserta perjanjian menceritakan materi perjanjian sebagai berikut “kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, kami tiada akan mencuri, kami tiada kan berzina, kami tiada akan membunuh anak-anak kami, tiada akan fitnah memfitnah, dan tiada akan mendurhakai Nabi Muhammad pada sesuatu yang tidak kami kehendaki”[1].
Perkembangan selanjutnya lebih menambah keyakinan Nabi Muhammad SAW akan bahwa orang Yastrib bersungguh-sungguh terhadap Islam. Mereka datang kembali pada 622 M dengan maksud mengadakan perjanjian Aqabah 2 sekaligus mengundang beliau untuk berhijrah ke Yastrib. Dibanding perjanjian yang pertama, perjanjian ini mempunyai ciri tersendiri. Perjanjian Aqabah 2 diikuti 75 orang dari Yastrib dan Nabi didampingi pamannya yang bernama Hamzah. Isi perjanjian kesetiaan yang diucapkan tidak jauh berbeda dengan isi perjanjian kesetiaan yang sebelumnya. Namun yang menarik dari perjanjian ini adalah peserta yang memeluk agama islam emakin banyak. Dalam dua kali perjanjian yang terjadi, Nabi mendapatkan kesan bahwa Islam telah siap berkembang pesat di Yastrib. Fakta ini membuat Nabi Muhammad SAW memerintahkan para pengikutnya untuk hijrah ke Yastrib dengan sembunyi-sembunyi. Sementara pengikut-pengikutnya meninggalkan Mekah, Nabi Muhammad bertahan di Mekah bersama Abu Bakar dan Ali b. Abi Thalib. Perpindahan kaum muslimin secara sembunyi-sembunyi akhirnya diketahui oleh kaum Quraisy karena kosongnya beberapa bagian kota Mekah dari kehidupan.
Nabi Muhammad hanya mengabdikan dirinya untuk agama Allah. Setelah Nabi Muhammad melihat pengikutnya sudah tidak ada di tanah Mekah, maka Nabi Muhammad SAW meninggalkan Mekah di tengah-tengah kesibukan dan seriusnya orang Quraisy untuk membunuh dirinya. Kaum Quraisy melakukan dan merencanakan hal itu karena takut Nabi Muhammad dapat bergabung dengan pengikutnya di Yastrib. Nabi Muhammad meninggalkan Mekah pada waktu malam dan melalui ujian-ujian berat. Setelah melalui beberapa ujian akhirnya atas izin Allah Nabi Muhammad SAW sampai di Yastrib.
Pada dasarnya, Nabi Muhammad hijrah dari Mekah menuju Yastrib merupakan perintah dari Allah SWT tetapi juga terjadi sebab alamiah lainnya. Adapun sebab alamiahnya adalah semakin kejamnya perlakuan kafir Quraisy terhadap kaum muslimin yang ada di Mekah, kaum muslimin yang ada di Mekah selalu dimusuhi, undangan kaum Khazraj dan Aus supaya Nabi Muhammad hijrah ke Mekah, dan Islam tidak berkembang di Mekah. Dari beberapa alasan tersebut, alasan yang menjadi pertimbangan Nabi Muhammad adalah Undangan dari kabilah Khazraj dan kabilah Aus yang sudah lama berseteru untuk mendamaikan mereka.

Proses Hijrah
Kaum Quraisy berencana untuk membunuh Nabi Muhammad SAW pada malam hari. Hal ini direncanakan karena ketakutan orang Quraisy akan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Yastrib untuk memperkuat diri di sana. Semua rencana yang digendakan oleh orang Quraisy dengan izin Allah terdengar oleh Nabi Muhammad SAW sehingga dia dapat mempersiapkan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan lebih dini. Memang tidak ada orang yang menyangsikan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan kesempatan itu untuk hijrah tetapi karena begitu kuatnya dia menyimpan rahasia sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahui, sekalipun itu Abu Bakr. Ketika dia sudah mengetahui keadaan Quraisy dan kaum Muslimin sudah tidak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil Nabi Muhammad berkeinginan untuk hijrah ke Yastrib. Dalam dia menantikan perintah Tuhan yang mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan dia hijrah. Kemudian Nabi Muhammad SAW meminta Abu Bakr untuk menemaninya dalam hijrahnya, yang kemudian diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum peristiwa itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti membuntuti mereka. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk menempuh jalan lain dari yang biasa, juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.

Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikhawatirkan dia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Nabi Muhammad SAW membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti dia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Sekalipun dalam kepungan para pemuda Quraisy, atas izin Allah Nabi Muhammad SAW berhasil keluar dari rumahnya dengan menaburkan pasir ke muka para pemuda Quraisy yang sedang mengepung rumah beliau seraya berkata: “alangkah kejinya mukamu”. Tidak lama setelah Nabi Muhammad meninggalkan rumahnya, para pemuda yang sudah disiapkan kaum Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mereka puas karena beranggapan bahwa Nabi Muhammad belum lari. Mereka semua tidak mengetahui kalau Nabi Muhammad telah keluar dari rumahnya dan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib di tempat tidurnya. Para pemuda Quraisy akhirnya masuk ke rumah beliau dengan penuh nafsu untuk membunuh tetapi mereka hanya mendapatkan Ali bin Abi Thalib yang sedang tidur. Mereka kecewa dan tidak percaya dengan segala hal yang terjadi. Hal ini terjadi hanya karena pertolongan Allah.

Di Gua Tsur
Menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Nabi Muhammad SAW sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Tsur. Jalan yang ditempuh oleh mereka berdua adalah jalan yang tidak mungkin dilewati manusia. Hal ini dilakukan supaya para pemuda Quraisy yang mengejar tidak berfikiran untuk mengejarnya melalui jalan itu. Pada waktu itu tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan. Jalan sebelah kanan merupaka jalan yang tidak mungkin ditempuh manusia karena banyaknya tebing yang ada.
Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakr, kedua orang puterinya Aisyah dan Asma, dan pembantu mereka ‘Amir bin Fuhaira. Tugas Abdullah sehari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW dan pada malam harinya disampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW beserta ayahnya. Amir hanya bertugas menggembalakan kambing Abu Bakr dan ketika menjelang sore diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah bin Abu Bakr keluar kembali dari tempat mereka maka datang Amir yang mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. mereka melihat bahaya sangat mengancam kalau mereka tidak berhasil menyusul Nabi Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yatsrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya Nabi Muhammad SAW menyebut Nama Allah. Kepada-Nya dia menyerahkan nasibnya dan kepada-Nya pula segala persoalan akan kembali. Abu Bakr memasang telinga dengan benar-benar ketika berada di dalam gua. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu berhasil.
Pemuda-pemuda Quraisy datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Tsur, mereka bertemu dengan seorang penggembala, kemudian bertanya. Apakah kalian melihat Muhammad? penggembala itu pun menjawab, “Mungkin saja mereka dalam gua itu, tetapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.”
Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Abu Bakr khawatir jika para pemuda Quraisy akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Allah. Kemudian orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tetapi kemudian ada yang turun lagi. “Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan-kawannya. Sebagian dari mereka menjawab “Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. Jadi tidak mungkin mereka berada di situ. Nabi Muhammad SAW makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di telinganya: “Jangan bersedih hati, Allah bersama kita.”
Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon merupakan mu’jizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah persembunyian dalam gua Tsur itu. Padahal semua itu sebelumnya tidak ada tetapi setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakr berada didalam atas izin Allah semuanya terjadi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan: “Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi[2].”
Banyak ahli sejarah menyebutkan bahwa “Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Tsur, sebuah gunung di bawah Mekah kemudian masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang hari, kemudian sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu. Amir b. Fuhaira menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya dia kembali ke dalam gua untuk menghilangkan jejak Abdullah b. Abu Bakr. Ketika hari sudah sore Asma datang membawakan makanan yang cocok buat mereka Rasulullah SAW dan ayahnya. Seperti itulah para ahli sejarah menggambarkan keadaan Nabi Muhammad dan Abu Bakr ketika mereka berada di gua Tsur.
Pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datanglah firman Allah: “Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.[3]
“Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu dia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.”[4]

Berangkat Ke Yastrib
Pada hari ketiga, mereka berdua sudah mengetahui bahwa situasi sudah tenang kembali mengenai diri mereka. Orang yang disewa sebagai penunjuk jalan datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Asma puteri Abu Bakr juga datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tidak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itulah dia diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua).
Mereka berangkat dan melanjutkan perjalanan dengan perbekalan yang diberikan oleh putrinya. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti mereka maka dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi Muhammad dan Abu Bakr mengambil jalan yang tidak pernah dilalui manusia. Abdullah b. Uraiqit dari Banu Du’il sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, penunjuk jalan membawa mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan dan rasa lelah. Mereka hanya percaya bahwa Allah akan menolong mereka.

Cerita Suraqa B. Ju’syum
Orang Quraisy mengadakan sayembara bagi siapa saja yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka maka hadiah dan kehormatan menantinya. Wajar sekali hal ini menarik hati masyarakat pada waktu itu. Tidak lama setelah sayembara diadakan, tersiar kabar bahwa ada seseorang yang melihat serombongan dengan tiga unta. Ternyata dugaan mereka tidak meleset dan mereka adalah mangsa yang selama ini mereka cari. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju’syum hadir dan mengatakan mungkin mereka keluarga si fulan dengan maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tidak lama kemudian Suraqa b. Ju’yum mendatangi tempat yang dimaksud dan dia menemukan Nabi Muhammad beserta kedua temannya sedang beristirahat di bawah naungan sebuah batu besar embari menyantap bekal yang diberikan oleh asma, putri Abu bakr. Pada saat itu, kekuasaan Allah ditunjukkan. Setiap kali Suraqa b. Ju’syum mendekati rombongan Nabi Muhammad kudanya selalu tersungkur. Hal itu berulang sampai empat kali. Suraqa yang percaya kepada dewa berfikir bahwa itu adalah pertanda buruk sehingga dia mengurungkan niatnya dan kembali ke Mekah dengan membawa pesan tertulis yang ditulis Abu Bakr. Surat itu berisi supaya jika ada yang ingin mengejar muhajir besar itu untuk dikaburkan.
Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir Sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan.
Selama tujuh hari terus-menerus mereka berjalan. Mereka hanya beristirahat di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Allah dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Mereka selalu yakin jika allah akan selalu bersama mereka.

Muslimin Yastrib Menantikan Kedatangan Rasul
Jarak mereka dengan Yastrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi Muhammad dan sahabatnya sudah tersiar di Yastrib. Penduduk kota sudah mengetahui betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari kaum Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu, semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka yang belum pernah melihatnya meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka semakin rindu ingin bertemu. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yatsrib yang sebelum itu belum pernah melihat Nabi Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja.

Muhammad Memasuki Medinah
Sementara kaum Muslimin Yastrib menunggu kedatangan Nabi Muhammad, tiba-tiba datang seorang Yahudi yang sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada mereka (muslim Yastrib). “Hai, Banu Qaila ini dia kawan kamu datang!”. Nabi Muhammad sampai di Yastrib pada hari Jum’at. Nabi Muhammad pun melakukan shalat jum’at di Yastrib. Masjid yang terletak di perut Wadi Ranuna menjadi saki akan kedatangan Nabi Muhammad beserta sahabatnya. Kaum Muslimin dating dan masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di Madinah menawarkan diri supaya dia tinggal di rumah mereka dengan segala persediaan dan persiapan yang ada. Tetapi dia meminta maaf kepada mereka dan kembali ke atas unta betinanya sembari memasangkan tali keluan pada untanya. Kemudian dia berangkat melalui jalan-jalan di Yastrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yastrib, baik Yahudi maupun orang-orang Pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka. Mereka menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama 15 tahun bermusuhan dan berperang. Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka – pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya – akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka selama sejarah ini berkembang.
Disela-sela berbagai permintaan untuk tinggal, Nabi Muhammad berpikir untuk adil sehingga dia membiarkan untanya itu berjalan kemana yang dia inginkan. Sesampainya di sebuah tempat penjemuran kurma, kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu’n-Najjar, unta itu berhenti. Pada saat itulah Nabi Muhammad turun dari untanya dan bertanya: “Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya. Mereka pun menjawab “Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Fakta ini membuat kaum muslimin Yastrib terkagum-kagum dengan keadilan-Nya. Setelah berincang-bincang Nabi Muhammad SAW meminta supaya di tempat untanya berhenti itu didirikan masjid dan tempat tinggalnya.

Refleksi hijrah Nabi Muhammad SAW
Hijrah Nabi mengandung berbagai arti penting bagi umat Islam. Salah satunya adalah pentingnya membaca keadaan demi tugas mulia. Perjuangan yang gigih akan memberikan dampak yang positif dikemudian hari. karena itu hindari loyo dan mudah menyerah. perjuangkan cita-cita sampai tetes keringat terahir.

Daftar Blog Saya